Rabu, 08 Februari 2012

Component Display Theory (CDT)

-->
Component Display Theory (CDT)
A. Pendahuluan
Component Display Theory (CDT), dikemukakan oleh Merill (1994) pada awal tahun 1970an, merupakan suatu teori desain instruksional yang menggabungkan beberapa pengetahuan mengenai instruksional dari beberapa perspektif : behavioral dan cognitive. Pengaruh dari teori behavioral terlihat pada asumsi yang digunakan dalam CDT. Dipengaruhi oleh teori Gagne, CDT menggunakan asumsi dimana tiap jenis pembelajaran memerlukan kondisi yang berbeda. Jejak-jejak pengaruh dari teori Gagne nampak pada taksonomi yang digunakan dalam menentukan tujuan pembelajaran.
Taksonomi ini menentukan tujuan pembelajaran melalui 2 dimensi yakni kemampuan (performance) dan isi (content). Pengaruh teori cognitive nampak dalam suatu metode dalam menampilkan presentasi yang disebut Primary Presentation Form. Dengan PPF materi selalu disajikan dalam bentuk umum (expository general) dan bentuk khusus (expository instance/example) serta diiringi pertanyaan (inquiry) baik pertanyaan untuk hal-hal umum(general ) maupun hal-hal khusus (example).
CDT, sekalipun memiliki beberapa kelemahan, tentu saja memiliki kelebihan yang tak terdapat pada teori-teori instruksional lainnya. Dibandingkan dengan
teori lain seperti teori Gagne atau teori Elaborasi yang melingkupi baik aspek makro dan mikro, CDT jelas memiliki kekurangan karena hanya membahas aspek mikro. Bila teori Gagne merambah ranah kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, perilaku, dan kemampuan motorik, CDT hanya merambah kemampuan intelektual. Dibandingkan dengan teori Keller (1983) yang menyertakan aspek motivasi, CDT tidak menyertakan aspek tersebut, yang menurut banyak ahli instruksional, sangat penting dalam pembelajaran. Tetapi CDT memiliki kelebihan dibandingkan teori-teori lain yakni preskripsinya (aspek mikro) sangat lengkap.
Reigeluth(1983) menyatakan bahwa kelebihan CDT adalah preskripsinya yang lebih detil bila dibandingkan dengan teori lain, semisal teori Gagne yang tidak memberikan langkah yang detil bagi aplikasinya. Kelebihan lainnya CDT lebih tangguh (reliable) untuk produksi instruksional yang efektif.
B. Komponen-komponen CDT
Merill (1996) mengemukakan bahwa teori desain instruksional adalah serangkain preskripsi (formula) untuk menentukan strategi instruksional yang tepat agar siswa dapat meraih tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Instructional design theory is a set of prescriptions for determining appropriate instructional strategies to enable learners to acquire instructional goals.
Menurut Merill (1994) teori desain instruksional memiliki 3 komponen:
pertama, teori deskriptif tentang pengetahuan yang akan diajarkan dan skill (performans) yang akan diperoleh oleh siswa. Kedua, teori deskriptif tentang strategi instruksional yang akan mengarahkan siswa meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dan ketiga teori preskriptif yang menghubungkan pengetahuan yang akan diajarkan (komponen pertama) dan strategi instruksional yang akan diberikan (komponen kedua).
Dalam CDT komponen pertama dari ketiga komponen di atas adalah suatu taksonomi yang menghubungkan kemampuan (performance) dan isi (content). Taksonomi CDT adalah suatu taksonomi yang berguna dalam menentukan tujuan pembelajaran melalui 2 dimensi : kemampuan dan isi. Dimensi kemampuan menunjukkan secara langsung performa apa yang akan diraih melalui penetapan tujuan pembelajaran. Dimensi ini secara langsung akan berhubungan dengan kata kerja yang ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Dimensi kemampuan terdiri atas : mengingat (remember), mengaplikasikan (use), dan menemukan (find). Sementara dimensi isi menjelaskan karakteristik dari tipe materi yang akan dipelajari oleh siswa. Dimensi isi terdiri atas : fakta (facts), konsep (concept),
prosedur (procedure), dan prinsip (principle) atau azas. Dengan menggunakan taksonomi CDT tersebut seorang perancang instruksional akan mudah dalam menentukan tujuan pembelajaran.
Komponen kedua berupa suatu teori deskriptif mengenai strategi instruksional. Teori ini menjabarkan bagaimana suatu materi ditampilkan; dalam hal ini strategi instruksional meliputi apa dan bagaimana suatu materi ditampilkan. Di dalam CDT komponen kedua ini berupa Primary Presentation Form (PPF), Secondary Presentation Form (SPF), dan Interdisplay Relationship (IDR). Berperan sebagai materi utama, PPF adalah presentasi yang mutlak harus ada dalam suatu media
pembelajaran. SPF, sebagai informasi tambahan, mendukung materi yang diberikan pada PPF sehingga membantu siswa dalam menguasai materi. IDR adalah suatu strategi untuk mengatur hubungan antara tampilan (display) yang satu dengan tampilan lainnya.
Komponen ketiga adalah suatu preskripsi (formula) yang menghubungkan komponen pertama dan kedua. Di sini suatu preskripsi harus ditentukan untuk memilih strategi instruksional (komponen kedua) yang sesuai bagi suatu performance dan content yang telah dipilih (komponen pertama).
Dengan kata lain preskripsi harus dapat menentukan strategi instruksional mana yang dipilih bagi suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Preskripsi ini tak lain adalah bagaimana memilih dan mengurutkan komponen-komponen PPF, SPF dan IDR yang sesuai untuk suatu tujuan pembelajaran tertentu. Komponen ketiga ini merupakan suatu langkah yang paling aplikatif dibandingkan 2 komponen lainnya dalam merancang suatu desain instruksional dengan menggunakan CDT. Komponen ketiga inilah yang merupakan suatu pegangan bagi seorang pendesain instruksional dalam melaksanakan tugasnya.
C. Matriks Performance-Content
Matriks Performance-Content merupakan suatu taksonomi yang berguna untuk menentukan jenis kemampuan dan isi yang sesuai. Hasil dari penentuan kemampuan dan isi yang sesuai ini adalah suatu tujuan pembelajaran yang tepat. Tujuan pembelajaran yang tepat akan memberikan panduan (guidance) bagi strategi instruksional yang akan diberikan. Matriks Performance-Content (selanjutnya disebut matris P-C) bahkan merupakan jantung dari CDT, karena dari sinilah titik tolak dari seluruh strategi instruksional yang akan dirancang.
Kemampuan terdiri atas : mengingat, mengaplikasikan dan menemukan.
Sementara isi terdiri atas fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Kata-kata yang disebutkan di atas rasanya sudah cukup self-explanatory.
Bila kita bandingkan taksonomi CDT dengan taksonomi Bloom (1956) tampak yang pertama lebih lengkap bila dibandingkan dengan yang kedua. Bloom menetapkan tujuan pembelajaran dengan hanya melihat dari dimensi kemampuan melalui ranah-ranah knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Sementara taksonomi CDT, selain mengukur kemampuan juga memperhitungkan karakteristik dari isi. Kelebihan lain dari taksonomi CDT adalah taksonomi ini terintegrasi langsung dengan suatu teori instruksional sementara taksonomi Bloom berdiri sendiri tanpa terikat dengan suatu teori instruksional tertentu.
Mengingat adalah kemampuan yang menghendaki siswa untuk mengenali atau menyebutkan informasi yang telah diterima. Mengaplikasikan adalah kemampuan yang menghendaki siswa untuk mengaplikasikan suatu abstraksi pada keadaan tertentu. Tingkat kemampuan tertinggi, yaitu menemukan, menghendaki siswa untuk menemukan atau menciptakan suatu abstraksi baru.
Fakta adalah potongan-potongan informasi seperti nama, tanggal, peristiwa atau simbol dari suatu obyek atau peristiwa. Contoh-contoh fakta misalnya : simbol dari transistor dalam suatu rangkaian listrik, nama-nama binatang, nama-nama tanaman, hari-hari penting nasional, nama-nama kota di Indonesia, dan masih banyak lagi.
Bila kita bandingkan dengan teori Gagne maka fakta di dalam CDT sesungguhnya merupakan konsep konkrit di dalam teori Gagne. Jika di dalam teori Gagne tujuan pembelajaran yang sesuai dengan konsep konkrit adalah “mengidentifikasi” maka di dalam teori CDT tujuan pembelajaran adalah “mengingat”. Sekalipun dalam arti luas kedua kata kerja ini berbeda makna namun keduanya, dalam konteks teori desain instruksional, memiliki persamaan yakni : mengenali suatu hal berdasarkan penampakan fisiknya.
Konsep adalah kumpulan obyek, peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik yang sama. Konsep sering juga disebut kelas (class). Obyek-obyek
yang memiliki karakteristik yang sama berarti tergolong dalam satu kelas atau kategori yang sama, dengan demikian memiliki konsep yang sama. Contoh-contoh konsep misalnya : keluarga, ayam, unggas, mamalia laut, lensa cembung, panas, cahaya, protein, hormon, dan sebagainya. Konsep selalu memiliki suatu definisi, misal konsep“mamalia laut” memiliki definisi : hewan menyusui yang hidup di laut. Definisi menunjukkan secara langsung karakteristik yang dimiliki oleh obyek yang tergolong dalam konsep atau kelas yang sama. Mamalia laut
memiliki 2 karakteristik yakni : menyusui dan hidup di laut. Berarti hewan-hewan menyusui yang hidup di laut seperti paus dan lumba-lumba termasuk dalam konsep atau kelas “mamalia laut” .Sementara ikan hiu atau ikan tuna, walaupun hidup di laut, tetapi karena tidak menyusui, tidak dapat digolongkan sebagai mamalia laut. Ikan hiu dan ikan tuna memiliki konsep yang berbeda dengan paus atau lumba-lumba.
Konsep untuk ikan hiu dan ikan tuna misalnya adalah konsep“ikan laut” entu saja ikan hiu, ikan tuna, lumba-lumba dan paus bisa saja digolongkan dalam suatu konsep atau kelas yang sama asalkan konsep tersebut memiliki definisi yang dapat memasukkan baik ikan hiu, ikan tuna, lumba-lumba dan paus dalam kelas yang sama.
Kita lihat sekarang konsep “binatang yang hidup di laut” menaungi konsep “mamalia laut” dan “ikan laut. Dengan kata lain konsep “binatang yang hidup di laut” adalah konsep induk (superordinate) dari konsep “mamalia laut” dan “ikan laut”. Perbedaan antara konsep di dalam CDT dan teori Gagne adalah : pertama CDT hanya mengenal konsep sebagai konsep terdefinisi seperti halnya di dalam teori Gagne, sementara konsep konkrit tidak dimasukkan di dalam konten bertipe “konsep” tetapi di dalam “fakta”. Kedua di dalam teori Gagne hanya dikenal satu kata kerja yang berkaitan dengan konsep terdefinisi yakni “mengklasifikasikan” sementara di dalam CDT kata kerja yang berkaitan ada tiga tergantung dari tipe kemampuan yang dipilih. Bila kemampuan adalah “mengingat” maka kata kerja yang cocok bagi konsep adalah “menyebutkan definisi dari konsep”, bila kemampuan adalah “mengaplikasikan” (use) maka kata kerja yang cocok adalah “mengklasifikasikan” , dan bila kemampuan adalah “menemukan” (find) maka kata kerja yang cocok adalah “ membuat (menemukan) definisi suatu konsep”. Perbedaan kedua ini memang sangat jelas mengingat di dalam CDT ada pemisahan antara isi dan kemampuan sementara didalam teori Gagne tipe dari isi sudah menunjukkan kata kerja apa yang akan digunakan, misal dalam hal konsep terdefinisi kata kerja yang digunakan adalah “mengklasifikasikan”.
Prosedur adalah serangkaian langkah atau tindakan dalam menyelesaikan suatu masalah atau tugas, atau memproduksi sesuatu. Prosedur selalu berisi urut-urutan langkah dalam melakukan suatu kegiatan atau aksi tertentu. Contoh prosedur misalnya : prosedur merakit komputer, prosedur mengganti piston dalam silinder, prosedur mengamankan reaktor nuklir ketika terjadi kebocoran radiasi, prosedur mengangkat seorang pegawai negeri sipil, prosedur menjahit busana pengantin, dan sebagainya.
Prinsip adalah penjelasan atau prediksi mengapa sesuatu terjadi. Prinsip menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa. Contoh-contoh prinsip : hukum-hukum Newton, hukum-hukum Termodinamika, hukum Ohm, prinsip menemukan titik api lensa, prinsip menemukan letak bayangan dengan lensa, cara kerja peralatan hidraulik, cara kerja tanaman mengubah sinar matahari menjadi energi, cara inti atom membelah, dan sebagainya. Seringkali prinsip menjelaskan hubungan antara 2 atau lebih konsep yang ada. Sebagai contoh bunyi prinsip atau hukum Ohm adalah:besarnya nilai hambatan antara 2 titik yang dilalui arus listrik adalah tegangan antara 2 titik tersebut dibagi dengan kuat arus antara 2 titik
tersebut. Di dalam hukum Ohm kita menemukan 3 buah konsep yakni : hambatan, tegangan dan kuat arus. Masing-masing konsep tentu saja memiliki definisi sendiri-sendiri, tetapi dalam hukum Ohm ini ketiga konsep yang berbeda tersebut memiliki hubungan yang dinyatakan dengan suatu prinsip yang menjelaskan hukum Ohm. Prinsip di dalam CDT memiliki padanan “rule” di dalam teori Gagne.
Perbedaan yang mencolok tentu saja adalah kata kerja yang menyertainya. Bila di dalam teori Gagne kata kerja yang berkaitan dengan “rule” adalah “mengaplikasikan” atau kata-kata kerja lain yang semakna, maka di dalam CDT kata kerja yang berkaitan dengan “prinsip” tergantung dari kemampuan yang diharapkan. Bila kemampuan hanya sekedar “mengingat” maka kata kerja yang berkaitan adalah mengingat atau menyebutkan suatu prinsip. Bila kemampuan adalah “mengaplikasikan” maka kata kerja yang berkaitan adalah “mengaplikasikan”, “memprediksi” atau kata-kata kerja lain yang semakna. Bila kemampuan adalah “menemukan” maka kata kerja yang sesuai adalah “menemukan” atau kata-kata kerja lain yang semakna.
Kedua, masalah kemampuan menemukan. Menemukan merupakan level tertinggi di dalam kemampuan. Menggunakan kemampuan menemukan adalah hal yang tersulit dibandingkan kemampuan-kemampuan yang lain. Dalam contoh di atas, menggunakan menemukan-konsep berarti kita harus mengatur instruksi kita sedemikian rupa sehingga siswa akhirnya dapat menemukan dengan kalimatnya sendiri definisi dari segitiga. Dengan menemukan-prosedur, siswa dipacu untuk menemukan sendiri langkah-langkah dalam merakit suatu komputer. Demikian pula halnya dengan menemukan-prinsip, siswa harus dibimbing agar mampu
merumuskan sendiri hukum Ohm. Dalam kaitannya dengan media pembelajaran di mana siswa diharapkan belajar secara mandiri tanpa bantuan siapapun kecuali arahan dari media itu sendiri, maka kemampuan tingkat ini memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam perancangan desain instruksional.
Dengan menentukan suatu tipe pembelajaran berada pada posisi mana dalam matriks tersebut kita dapat menentukan tujuan pembelajarannya dengan mudah. Sebagai contoh bila kita ingin memberikan pembelajaran mengenai nama-nama hewan maka dalam matriks di atas hubungan yang cocok antara kemampuan -isi adalah mengingat fakta. Contoh lain bila kita ingin memberikan pelajaran mengenai lensa cembung maka kita dapat memilih mengaplikasikan-konsep dan mengaplikasikan-prinsip.
Mengaplikasikan-konsep digunakan dalam pembahasan mengenai konsep suatu lensa yang memaparkan ciri-ciri suatu lensa cembung.
Mengaplikasikan-prinsip digunakan untuk pembahasan mengenai bagaimana suatu lensa membelokkan sinar atau bagaimana pengaruh jarak fokus suatu lensa cembung dalam pembentukan suatu bayangan.

Pendekatan Behavioral untuk Pembelajaran Perskriptif

-->
Pendekatan Behavioral untuk Pembelajaran Perskriptif
Inti model pembelajaran behavioral mensyaratkan adanya pelatihan respon yang dirancang dalam kaitannya dengan stimulus yang terkontrol. Karena pebelajar harus mengidentifikasi stimulus yang tepat agar dapat merespon, mereka harus diberi kesempatan untuk berlatih membedakan antara stimulus yang relevan dan yang tidak dan dapat berlatih menggeneralisasikan unsure-unsur lainnya.
Keempat keterampilan dasar (diskriminasi, generalisasi, asosiasi, dan merangkai) adalah unsur dasar untuk semua tipe tujuan pembelajaran yang diajarkan baik di sekolah maupun pelatihan. Salah satu katagori taksonomi yang sering digunakan yaitu: pemanggilan kembali fakta, memberikan dan mengilustrasikan definisi, memberikan dan menerapkan penjelasan, melaksanakan aturan, dan memecahkan masalah. Variasi tipe tujuan, masing-masing dibedakan dengan mengacu pada karakteristik elemen keterampilan yang membangunnya. Akan tetapi, secara umum seluruh tujuan pembelajaran disusun dari penggabungan elemen keterampilan dasar yang sama. Setiap tujuan spesifik dalam kategori tersebut juga dipengaruhi karakternya oleh kelebihan idiosinkrasi. Pembelajaran harus diarahkan pada prasyarat umum dan idiosinkrasi ini.
Berikut adalah unsur-unsur strategi dalam pembelajaran :
Perangkat Stimulus Komponen Keterampilan Tujuan perlakuan rutin

kesamaan dan ketidaksamaan

diskriminasi stimulus

pemanggilan kembali fakta-fakta

§ petunjuk
§ contoh
§ prinsip/aturan
§ frekuensi dan variasi latihan



memberikan dan menerapkan penjelasan

jumlah ang. per kelas


penyeragaman respon
pembentukan

§ ukuran unit
§ kekuatan petunjuk
§ pengenalan/edit/memproduksi
§ contoh kesulitan

mengikuti aturan


hubungan
Perangkat respon

pemecahan masalah

Perangkat Stimulus Respon Kondisi performa
spesialisasi

§ konkrit/abstrak
§ gangguan
§ latihan kesalahan
§ rangkaian terbalik
§ latihan prinsip2

Tabel tersebut merangkum seluruh prinsip kunci. Kolom empat mengidentifikasi jenis-jenis perlakuan yang mungkin diterapkan pada tujuan yang terdapat pada kolam tiga. Kolom dua mengaplikasi keterampilan dan kondisi performa yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan di kolom tiga. Kolom satu mengidentifikasi perangkat subjek (pebelajar) yang menentukan mudah tidaknya mereka mempelajari keterampilan yang tersebut pada kolom dua.
Pembelajaran harus mengantisipasi kesulitan belajar, keterampilan dasar dan untuk memenuhi prasyarat performa (pemanggilan kembali dan transfer) tujuan. Kesulitan dalam belajar lebih bisa terjadi pada pemahaman fungsi karakteristik stimulus dan respon spesifiknya. Karakteristik tersebut meliputi karakteristik tujuan; kesamaan/ketidaksamaan; jumlah properti stimulus dan respon; jumlah kelas dan jumlah peserta kelas; jumlah asosiasi; membandingkan asosiasi-asosiasi stimulus-respon; dan panjang rangkaian. Seberapa banyak dan bagaimana karakter-karakter tersebut diterapkan dalam tujuan khusus menentukan prasyarat idiosinkrasi dan sesulit apa bagi siswa untuk mempelajarinya.
Dalam pendekatan behavioral desain pembelajaran, setiap tujuan dianalisa ada tidaknya karakreistik stimulus-respon tersebut. Hasilnya mengindikasikan hambatan-hambatan dalam mempelajari komponen keterampilan. Prasyarat performa pemanggilan kembali dan transfer, untuk tujuan tersebut, juga dapat dianalisa. Maka, dalam pendekatan behavioral, cukuplah mengkategorikan tujuan sebagai “pemanggilan kembali fakta” atau “memberikan definisi” atau “ mengikuti aturan”, dan seterusnya. Penting pula untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan dasar dan property stimulus-responnya dalam menentukan tingkat kesulitan mempelajari keterampilan tersebut. Treatments (perlakuan-perlakuan) dipilih karena kesesuaiannya untuk mengajarkan keterampilan tersebut serta untuk mengatasi properti stimulus-respon agar lebih mudah dipelajari.
Berikut adalah kondisi yang mempermudah pembelajaran keterampilan .
Diskriminasi
Generalisasi
Properti/perangkat Stimulus
Properti/perangkat respon
§ kesamaan stimuli yang didiskriminasi
§ Jumlah perangkat stimulus berdasarkan perbedaan stimuli
§ Jumlah kelas stimuli untuk dibedakan satu dengan lainnya
§ Kesamaan respon yang memiliki perbedaan satu dengan lainnya
§ Jumlah perangkat respon bentukkan dasar untuk pembedaan respon
Asosiasi
§ Kesamaan stimuli atau respon dalam beragam stimuli-respon
§ Jumlah pasanag S-R
§ Kekuatan asosiasi S-R yang timbul dan prasyarat sebuah respon diasosiasikan dengan stimulus yang asli
§ Ketidaksamaan stimuli dalam generalisasi paraagraf
§ jumlah perangkat stimulus dengan dasar generalisasi
§ jumlah stimulus sebagai anggota dalam sebuah kelas
§ ketidaksamaan antara respon yang mempersyaratkan generalisasi respon
§ Jumlah perangkat respon bentukan dasar untuk generalisasi respon
Rangkaian
§ Panjang rangkaian (jumlah stimulus-respon dalam rangkaian)
§ Ada tidaknya kondisi lain yang dapat diterapkan dengan S-R individu atau sebuah unit dalam rangkaian
Treatments (perlakuan-perlakuan) harus diserasikan dengan tujuan individual. Hal ini dapat dilakukan melalui penyampaian rutin, penghalusan, atau perhatian khusus. Untuk beberapa tujuan merupakan hal yang strategis, terutama pada pemberian perhatian rutin. Mengajarkan para siswa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu adalah contoh umum dari jenis perhatian rutin dimaksud.
Prioritas-prioritas Perlakuan
Perlakuan Rutin
Membentuk Kemajuan
Menspesialisasi Perlakuan
..Petunjuk
(apa dan bagaimana)
..contoh aturan-aturan
Latihan terkait
Latihan kriteria perilaku utuh
..ukuran unit pengurangan
..Kekuatan petunjuk yang
Bervariasi
..pemilihan tugas
..kesulitan contoh yang
Bervariasi
Latihan terkait
latihan versi yang lebih mudah dari variasi perlakuan diikuti oleh latihan kriteria perilaku
..kemajuan konkrit dan abstrak
..gangguan S atau R
..pelatihan kesalahan
..rangkaian terbalik
..melatih prinsip-prinsip
Latihan terkait
latihan sesuatu yang lain dari kriteria perilaku diikuti latihan kriteria perilaku
Pada saat mengantisipasi kendala belajar, penghalusan rutin dapat meningkatkan kemampuan siswa secara bertahap. Penghalusan rutin dapat dilakukan dengan teknik sebagai berikut: menguraikan performa tahap demi tahap, atau meminta siswa melatih performanya bagian demi bagian; menyiapkan petunjuk dengan berbagai tahap bantuan – dengan meminta siswa melatih performa dengan bantuan yang paling kuat dan menurunkannya secara bertahap dengan bantuan (petunjuk) yang lebih lemah; penjadwalan latihan dengan berbagai alternatif, siswa berlatih dengan model yang mudah sampai kepada model yang sesuai kriteria; menyiapkan berbagai contoh dengan berbagai tingkat kesulitan dan mensyaratkan siswa berlatih dengan contoh yang mudah dan secara bertahap meningkat ke yang lebih sulit.
Untuk masalah belajar khusus, tipe perhatian terspesialisasi dapat dipertimbangkan. Untuk pelatihan remedial, perlu disampaikan latihan yang benar dan yang salah dalam mengerjakan sesuatu, secara berimbang; untuk performa yang melibatkan rangkaian yang panjang dapat dilatih dengan rangkaian arah mundur (backward chaining); pada kesulitan diskriminasi, latihan pengenalan atau latihan dengan stimulus yang berbeda; atau pada kesulitan transfer, dilatih tentang prinsip-prinsip.
Demi efisiensi, pencerahan secara rutin sebagai prioritas utama. Yang tidak rutin, karena meningkatkan rentang waktu pembelajaran, hanya untuk kasus tertentu.
Integrasi keseluruhan tipe perlakuan-perlakuan ini adalah latihan dan umpan balik untuk menjamin akuisisi, pengulangan untuk pembiasaan, dan latihan variatif untuk menjamin transfer dalam situasi baru.
Pertimbangan behavioral ini diterapkan dalam tujuan pembelajaran. Dalam pengajaran yang memiliki multi tujuan, diperlukan rasionalisasi atau bahkan pertimbangan ateoritis.
Beberapa tujuan merupakan “prasyarat” bagi tujuan lainnya. Siswa tidak dapat memisahkan yang satu dengan yang lain. Tujuan sebagai prasyarat ini perlu disampaikan pada awal pembelajaran atau setidaknya pada awal bahasan. Di lain fihak, ada juga tujuan sebagai koordinat tujuan pembelajaran lainnya. Artinya, tujuan tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum memulai tujuan yang baru. Jadi, walaupun dalam performa kadang-kadang ditampilkan terlebih dahulu, tetapi dalam pembelajaran baru muncul kemudian. Terdapat pula tujuan yang berdiri sendiri dan tidak tergantung atau mempengaruhi tujuan lainnya. Tujuan-tujuan ini dapat pula dipelajari secara tidak berurutan.
Latihan adalah inti dari formula yang berdasarkan pada behavior. Ini juga merupakan inti formula pengajaran dengan satu tujuan dan multi tujuan pembelajaran. Dalam rangka efisiensi dan efektifitas pembelajaran, melatih tugas-tugas dilakukan secara terencana, terukur dan bertahap.

Entri Populer