Senin, 30 April 2012

MOTIVASI BERPRESTASI BELAJAR


Motivasi Berprestasi

  

 Oleh: Dian Apendiani
Motivasi Berprestasi merupakan bekal untuk meraih sukses. Sukses  berkaitan dengan perilaku 'produktif dan selalu memperhatikan / menjaga 'kualitas' produknya. Motivasi berprestasi merupakan konsep personal yang inheren yang merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya agar meraih kesuksesan. Untuk mencapai kesuksesan tersebut  setiap orang mempunyai hambatan-hambatan yang berbeda, dan dengan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, diharapkan hambatan-hambatan tersebut akan dapat diatasi dan kesuksesan yang dinginkan dapat diraih.
Dengan memiliki motivasi berprestasi maka akan muncul kesadaran bahwa dorongan untuk selalu mencapai kesuksesan (perilaku produktif dan selalu memperhatikan kualitas) dapat menjadi sikap dan perilaku permanen pada diri individu. Motivasi berprestasi akan dapat mendobrak building block ketahanan individu dalam menghadapi tantangan hidup  sehingga mencapai kesuksesan.
Pendahuluan
Weiner (1985) seorang ahli psikologi dari Amerika Serikat mengemukakan bahwa hal-hal yang menyebabkan kegagalan atau kesuksesan adalah : (1) usaha, (2) kemampuan. (3) orang lain, (4) emosi, (5) tingkat kesulitan tugas, dan (6) keberuntungan.    Berkaitan dengan usaha dan kemampuan, Bendura (1992) mengemukakan bahwa bila seseorang memiliki rasa yang kuat tentang kemampuan dirinya (self efficacy), maka akan mendesak usaha yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menantang dari pada orang yang memiliki keraguan diri akan kemampuannya. Adanya perasaan mampu (untuk berprestasi) yang dimiliki oleh seseorang, akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada aspek percaya diri, yaitu bahwa ia akan merasa yakin dengan kemampuannya untuk dapat mencapai suatu prestasi tertentu.
Setiap manusia mempunyai tingkat kesulitan dan  hambatan yang berbeda dalam mencapai apa yang diinginkan.  Secara umum kesulitan dan hambatan yang dihadapi manusia terdiri dari : (1) kesulitan masyarakat, yaitu : kesulitan yang dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, misal : krisis ekonomi; (2) kesulitan di tempat tinggal / kerja / sekolah, yaitu : kesulitan yang dirasakan oleh orang-orang di kalangan terbatas, misal : kebijakan pimpinan kantor; (3) kesulitan individu, yaitu : kesulitan yang muncul sebagai akibat mengalirnya kesulitan masyarakat dan kesulitan di tempat kerja, misal : sulit mencari pekerjaan.
Motivasi berprestasi adalah daya dorong yang terdapat dalam diri seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu tindakan / kegiatan dengan baik dan berhasil dengan predikat unggul (excellent); dorongan tersebut dapat berasal dari dalam dirinya atau berasal dari luar dirinya. Mc.Cleland berpendapat bahwa pada intinya setiap manusia mempunyai 3 jenis motivasi sosial, yaitu : (1) motivasi berprestasi; (2) motivasi untuk berkuasa; dan (3) motivasi untuk berafiliasi. Dua dari ke-tiga motivasi tersebut obyeknya adalah berkaitan dengan manusia lain yang ada di lingkungannya, kecuali motivasi berprestasi yang berpijak pada dirinya sendiri. Untuk dapat membangun motivasi berprestasi, maka perlu mengetahui siapa dirinya dalam hubungannya dengan orang lain dimana mereka terlibat.
Motivasi, meskipun merupakan variabel yang penting dari prestasi / keberhasilan, bukanlah satu-satunya faktor. Sebagaimana dikemukakan diatas terdapat variabel-variabel lain seperti : usaha, kemampuan, emosi, orang lain dan keberuntungan. Pokok bahasan dalam makalah ini mencakup : (1) motivasi dan pengembangan (2) konsep diri; (3) kemampuan diri dan berfikir kreatif; (4) pengembangan dan analisis diri; (5) Motivasi Berprestasi kaitannya dengan belajar.
Motivasi
Motivasi merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin, ”movere” yang artinya bergerak (Satiadarma, 2000). Alderman (dikutip dalam Satiadarma, 2000), mengatakan bahwa ”motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk berperilaku secara selektif ke suatu arah tertentu yang dikendalikan oleh adanya konsekuensi tertentu, dan perilaku tersebut akan bertahan sampai sasaran perilaku dapat dicapai” (h. 71). Sifat selektif dalam berperilaku berarti individu membuat keputusan mengenai tindakannya yang mempunyai suatu arah tujuan tertentu. Gage dan Berliner (dikutip dalam Djiwandono, 2006) menyamakan motivasi seperti mesin (intensitas) dan kemudi (direction) sebuah mobil. Motivasi melibatkan proses di mana energi, langsung, dan tingkah laku didorong. Dapat disimpulkan motivasi adalah suatu hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu atau mendapatkan sesuatu. Menurut Maslow (dikutip dalam Gunarsa, 2008), setiap perilaku manusia didasari sumber yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
     Dimensi motivasi menurut Weinberg dan Gould (dikutip dalam Satiadarma, 2000) terbagi menjadi tiga, yaitu: (a) dari dalam diri individu, sumber motivasi berasal dari diri sendiri; (b) lingkungan atau situasional, lingkungan harus memberikan kesempatan bagi individu untuk mengembangkan motivasinya; dan (c) interaksional, adanya kombinasi antara faktor pelaku dan faktor lingkungan. Selain ketiga dimensi tersebut dikenal juga adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan suatu dorongan atau keinginan kuat yang berasal dari dalam diri seseorang. Jenis motivasi ini merupakan bawaan atau kepribadian yang ada di dalam diri individu sejak lahir (Gunarsa, 2008). Adisasmito (2007) mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari berbagai sumber yang ada di luar diri, misalnya dengan lingkungan, penonton reward atau punishment.
     Reward dan punishment dapat mempengaruhi motivasi seseorang. Saat seseroang mendapat imbalan atas keberhasilan yang didapatnya maka hal tersebut akan memacu seseorang untukberprestasi. Imbalan perlu diperhatikan apakah masih cukup kuat atau justru melemah daya tariknya. Hukuman sering digunakan untuk menyadarkan tingkah laku yang salah. Dalam Gould dan Weinberg (2007), disebutkan bahwa motivasi ekstrinsik berasal dari orang lain atau dari luar, dapat bersifat positif atau negatif.
Motivasi Berprestasi
     Menurut Murray (dikutip dalam Gould & Weinberg, 2007), motivasi berprestasi adalah ”a person’s efforts to master a task, achieve exellence, overcome obstacles, perform better than others, and take pride in exercising talent” (h. 61). Motivasi dapat juga diartikan sebagai usaha seseorang untuk menguasai tugasnya, mencapai kesuksesan, mengatasi rintangan, penampilan yang lebih baik dari orang lain, dan mendapatkan penghargaan atas bakatnya.  Gill (dikutip dalam Gould & Weinberg, 2007), menyatakan bahwa ”achievement motivation is a person’s orientation to strive for task success, persist in the face of failure, and experience pride in accomplishment” (h. 61). Dalam hal ini motivasi berprestasi diartikan sebagai orientasi individu untuk berusaha mencapai kesuksesan, bertahan saat gagal, dan mendapatkan penghargaan saat mencapai prestasi. Hal ini disebabkan individu merasa bangga untuk mampu menyelesaikan tugasnya dengan sebaik mungkin (Satiadarma, 2001).
     Satiadarma (2001), menyebutkan ada empat jenis motivasi, yaitu: (a) achievement motivation, (b) power motivation, (c) effectance motivation, dan (d) self-actualization motivation. Cox (dikutip dalam Satiadarma, 2000) menyatakan bahwa, dalam diri individu terdapat kebutuhan untuk berprestasi yang dikenal sebagai achievement motivation. Pada motivasi ini ada dua orientasi, yaitu ego-oriented dan mastery oriented. Individu yang berorientasi pada ego cenderung untuk mempersepsi kemenangan berdasarkan kesuksesan atau kemampuan untuk mengungguli orang lain. Pada mastery oriented atau penguasaan keterampilan maka individu merasakan kepuasan melalui keterlibatan atau partisipasi dalam suatu kegiatan. Motivasi untuk berprestasi berbeda dengan kebutuhan untuk berprestasi. Individu yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi tetapi tidak memiliki motivasi tidak akan menghasilkan apapun (Satiadarma, 2000).
     Power motivation merupakan suatu motivasi yang berorientasi atau bertujuan untuk menguasai orang lain. Individu dengan motivasi ini akan merasa puas apabila telah memiliki kekuasaan terhadap orang lain. Motivasi untuk bertindak secara kompeten dalam menghadapi situasi yang ada merupakan motivasi berdasarkan effectance motivation. Individu yang mempunyai motivasi ini akan merasa puas apabila mampu menyelesaikan masalah yang ada dalam suatu situasi dengan sebaik mungkin. Untuk individu yang memiliki motivasi untuk mengaktualisasi diri disebut memiliki self-actualization motivation (Satiadarma, 2000). Menurut Maslow (dikutip dalam Santrock, 2008), self-actualization motivation adalah dorongan yang dimiliki untuk berkembang dengan potensi yang penuh sebagai manusia.
     Menurut Elliot dan Church (dikutip dalam Lahey, 2007) ada tiga elemen penting dalam motivasi berprestasi. Pertama, menguasai tujuan. Orang yang menguasai tujuan akan termotivasi secara intrinsik untuk mempelajari informasi yang baru dan menarik. Kedua, pendekatan pelaksanaan tujuan. Orang yang memiliki pendekatan pelaksanaan tujuan tinggi bermotivasi untuk melakukan yang terbaik untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Ketiga pendekatan menjauhi tujuan. Orang yang tinggi pada area ini bermotivasi untuk bekerja keras agar dapat menghindari hasil yang buruk. Ketiga hal tersebut membantu individu untuk sukses dengan hasil akhir yang berbeda-beda. Pada umumnya, individu yang menguasai tujuan mereka sangat menikmati proses mencapai tujuannya dibandingkan hasilnya (Lahey, 2007).
     Menurut McClelland (dikutip dalam Beck, 2000) motivasi berprestasi adalah dorongan seseorang untuk sukses atau berhasil dalam kompetisi dengan ukuran keunggulan berupa prestasi orang lain maupun prestasi sebelumnya. Motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong individu untuk berpacu dengan ukuran keunggulan. Adapun ukuran keunggulan itu dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau kesempurnaan tugas (Beck, 2000).
Berprestasi, baik itu prestasi dalam bidang pekerjaan, pendidikan, sosial, seni, politik, budaya dan lain-lain adalah keinginan setiap orang. Dengan adanya prestasi yang pernah diraih oleh seseorang akan menumbuhkan suatu semangat baru untuk menjalani aktifitas. Pengertian prestasi menurut Murray (dalam J. Winardi, 2004) adalah ”...Melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi atau mengorganisasi objek-objek fiskal, manusia  atau ide-ide untuk melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin sesuai kondisi yang berlaku. Mencapai perporman puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil”.
Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut McClelland (dalam Alex Sabur, 2003:285) adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental.
Dari pendapat tersebut Alex Sabur mengartikan bahwa  dalam psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. Daya  pendorong tersebut dinamakan virus mental, karena apabila berjangkit di dalam jiwa manusia, daya tersebut akan berkembang biak dengan cepat. Dengan kata lain, daya tersebut akan meluas dan menimbulkan dampak dalam kehidupan.
McClelland juga berpendapat tentang motivasi berprestasi. McClelland dan Atkinson (1953:75) menyebutkan  bahwa setiap orang mempunyai tiga motif  yakni motivasi berprestasi (achievement motivation), motif bersahabat (affiliation motivation) dan motif berkuasa (power motivation). Dari ketiga motif itu dalam penelitian ini akan difokuskan pada motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi dapat untuk bekerja dan belajar.
Menurut  McClelland dan Atkinson (1953:78) bahwa Achiement motivation should be characterzed by high hopes of success rather than by fear of failure  artinya motivasi berprestasi merupakan ciri seorang yang mempunyai harapan tinggi untuk mencapai keberhasilan dari pada ketakutan kegagalan. Selanjutnya dinyatakan McClelland (1953:78) bahwa motivasi berprestasi merupakan kecenderungan seseorang dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu standar prestasi. Pencapaian standar prestasi digunakan oleh siswa untuk menilai kegiatan yang pernah dilakukan. Siswa yang menginginkan prestasi yang baik akan menilai apakah kegiatan yang dilakukannya telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Ahli lain yakni Gellerman (1963: 67) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan sangat senang kalau ia berhasil memenangkan suatu persaingan. Ia berani menanggung segala resiko sebagai konsekwensi dari usahanya untuk mencapai tujuan. Sedangkan motivasi berprestasi menurut Tapiardi (1996:105) adalah sebagai suatu cara berfikir tertentu apabila terjadi pada diri seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi.
Dari pendapat di atas dapat di pahami bahwa dengan adanya motivasi berprestasi dalam diri individu akan menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat, akan menumbuhkan individu-individu yang bertanggung jawab dan dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga akan membentuk individu menjadi pribadi yang kreatif.
Komarudin (1994) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi meliputi pertama kecenderungan atau upaya untuk berhasil atau mencapai tujuan yang dikehendaki; kedua keterlibatan ego individu dalam suatu tugas; ketiga harapan suatu tugas yang terlihat oleh tanggapnya subyek; keempat motif untuk mengatasi rintangan atau berupaya berbuat sesuatu dengan cepat dan baik.

Aspek Motivasi Berprestasi
 McClelland (dalam Marwisni Hasan 2006)  menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:  
1.             Mempunyai tanggung jawab pribadi.
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan melakukan  tugas sekolah atau bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siswa yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan akan  puas dengan hasil pekerjaan karena merupakan hasil usahanya sendiri.
2.             Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan.
Siswa menetapkan nilai yang akan dicapai. Nilai itu lebih tinggi  dari nilai  sendiri (internal) atau lebih tinggi dengan nilai yang dicapai oleh orang lain (eksternal). Untuk mencapai nilai yang sesuai dengan  standar keunggulan, siswa harus menguasai secara tuntas materi pelajaran.
3.             Berusaha bekerja kreatif.
Siswa yang bermotivasi tinggi, gigih dan giat mencari cara yang kreatif untuk menyelesaikan  tugas sekolahnya. Siswa mempergunakan beberapa cara belajar yang diciptakannya sendiri, sehingga siswa lebih menguasai materi pelajaran dan akhirnya memperoleh prestasi yang tinggi.
4.             Berusaha mencapai cita-cita
Siswa yang mempunyai cita-cita akan berusaha sebaik-baiknya dalam belajar atau mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar. Siswa akan rajin mengerjakan tugas, belajar dengan keras, tekun dan ulet dan tidak mundur waktu belajar. Siswa akan mengerjakan tugas sampai selesai dan bila mengalami kesulitan ia akan membaca kembali bahan bacaan yang telah diterangkan guru, mengulangi mengerjakan tugas yang belum selesai. Keberhasilan  pada setiap kegiatan sekolah dan memperoleh hasil yang baik akan memungkinkan siswa mencapai cita-citanya.
5.             Memiliki tugas yang moderat.
Memiliki tugas yang moderat yaitu memiliki tugas yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Siswa dengan motivasi berpretasi yang tinggi, yang harus mengerjakan tugas yang sangat sukar, akan tetapi mengerjakan tugas tersebut dengan membagi tugas menjadi beberapa bahagian,  yang tiap bagian lebih mudah menyelesaikanya.
6.             Melakukan kegiatan sebaik-baiknya
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi akan melakukan semua kegiatan  belajar sebaik mungkin  dan tidak ada kegiatan lupa di kerjakan. Siswa membuat kegiatan belajar dari mentaati jadwal tersebut. Siswa selalu mengikuti kegiatan belajar dan mengerjakan  soal-soal latihan walaupun tidak disuruh guru serta memperbaiki tugas yang salah. Siswa juga akan  melakukan kegiatan belajar jika ia mempunyai buku pelajaran dan perlengkapan belajar yang dibutuhkan dan melakukan kegiatan belajar sendiri atau bersama secara berkelompok.
7.             Mengadakan antisipasi.
Mengadakan atisipasi maksudnya melakukan kegiatan untuk menghindari kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi. Antisipasi dapat dilakukan siswa dengan menyiapkan semua keperluan atau peralatan sebelum  pergi ke sekolah. Siswa datang ke sekolah lebih cepat dari jadwal belajar  atau jadwal ujian, mencari soal atau jawaban untuk latihan. Siswa menyokong persiapan belajar yang perlu dan membaca materi pelajaran  yang akan di berikan guru pada hari berikutnya.
Pentingnya Motivasi Berprestasi
Sepanjang masa kehidupan, yaitu sejak masa kanak-kanak hingga masa dewasa seseorang selalu punya harapan atau cita-cita. Antara individu yang satu dengan yang lainnya belum tentu mempunyai harapan atau cita-cita yang sama. Misalnya waktu seseorang menginginkan menjadi seorang dokter, tapi setelah dewasa menginginkan menjadi orang yang sukses dan kaya. Salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan cita-cita adalah motif berprestasi atau motivasi berprestasi.
Seseorang yang mempunyai motivasi yang tinggi maka dia akan berusaha melakukan yang terbaik, memiliki kepercayaan terhadap kemampuan untuk bekerja mandiri dan bersikap optimis, memiliki ketidakpuasan terhadap prestasi yang telah diperoleh serta mempunyai tanggung jawab yang besar atas perbuatan yang dilakukan sehingga seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pada umumnya lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan dengan mereka yang memiliki motif berprestasi yang rendah.
Pada jaman dahulu, motivasi berprestasi pada remaja pada umumnya sangat tinggi karena pada jaman dahulu fasilitas-fasilitas umum tidak selengkap saat ini. Belum banyaknya sarana-sarana dan tempat-tempat hiburan yang banyak didatangi para remaja sebagai tempat bergaul seperti halnya pada keadaan jaman dulu juga menyebabkan mereka lebih memfokuskan diri dan berkosentrasi pada pelajaran sehingga motivasi berprestasi mereka jauh lebih tinggi bila dibandingkan pada saat ini dimana fasilitas-fasilitas umum semakin banyak sehingga remaja lebih banyak menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang atau mungkin hanya untuk sekedar bergaul dengan teman.
Untuk mendapatkan sesuatu jauh lebih sulit dibandingkan dengan saat ini, dimana remaja lebih mudah mendapatkan semua yang diinginkannya karena semakin canggihnya teknologi. Hal ini bisa terjadi karena adanya pengaruh, dalam hal ini teman. Atau mungkin keluarga tidak memberikan perhatian dan dorongan terhadap prestasi remaja, keluarga kurang menghargai prestasi yang diraih oleh remaja sehinga mereka merasa prestasi yang diraihnya hanyalah sia-sia. Selain itu mungkin keluarga hanya memanjakan remaja dengan uang sehingga mereka berpikir tidak perlu berusaha keras untuk mendapatkan uang karena mereka bisa mengandalkan pada orang tua, yang akhirnya menyebabkan motivasi berprestasi mereka rendah. Oleh karena itu kita diharapkan mampu meningkatkan motivasi berprestasi secara efektif dan efisien.
Daftar Pustaka

Chaplin, J. P. (Ed.). (1995). Kamus lengkap psikologi (K. Kartono, Penerj.). Jakarta: RajaGrafindo Persada. (Karya asli dipublikasikan 1968).
Djiwandono, S. E. W. (2006). Psikologi pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Gould, D., & Weinberg, R. S. (2007). Foundations of sport and exercive psychology (4th edition). Champaign, IL: Human Kinetics.
putrikristinaarisanti@yahoo.com
Santrock, J. W. (2008). Educational psychology (3rd edition). New York: McGraw-Hill.                 
Sugono, D. (Ed.). (2008). Kamus besar bahasa Indonesia pusat bahasa (edisi ke-4). Jakarta: Gramedia Pustaka.
Sudarwarti, L. (2006). Hubungan self-efficacy dan motivasi berprestasi terhadap prestasi atlet pelatnas Cipayung. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Sugono, D. (Ed.). (2008). Kamus besar bahasa Indonesia pusat bahasa (edisi ke-4). Jakarta: Gramedia Pustaka.
Tizzi Maharani. Majalah Manajer edisi Agustus 1986.




Selasa, 17 April 2012

Sajak untuk muridku...

anak-anakku...
dapatkah kusemai benih
di ladang benakmu...
dapatkah kusiram tanah
di ladang kalbumu...
dapatkah kupupuk ilmu
di urat nadimu...

sementara...
dahagaku tak terkira
menyita benak...
kalbu....
urat nadiku....


anak-anakku...
dapatkah kusemai benih
di ladang benakmu...
dapatkah kusiram tanah
di ladang kalbumu...
dapatkah kupupuk ilmu
di urat nadimu...

sementara...
dahagaku tak terkira
menyita benak...
kalbu....
urat nadiku....

Selasa, 10 April 2012

Galau di ujung senja

Galau di ujung senja

Kala sinar cahaya meredup...
lingkaran temaram penuhi diri
tercipta gulana
di saat senja??
bagaimana kunyalakan lagi?
padahal sinarmu di ufuk senja
memancar berkilau harap...
akankah kugapai....?

Untuk Suamiku....

maaf...

suamiku...
aku cinta padamu
tapi apa dayaku kalau
pekerjaan bertumpuk di mejaku
sehingga sering kubawa...kujepit...di ujung tidurku

suamiku...
aku cinta padamu
tapi apa dayaku kalau
siswa-siawaku di sekolah
kadang terjepit di benakku di ujung hariku

suamiku...
aku cinta padamu
tapi apa dayaku kalau
buku-buku di rak melambai-lambai
kadang terbetik hasrat berkelana dengannya

suamiku
aku cinta padamu....

Curat-coret puisi....

subhanallah...

saat ini aku kehabisan kata...
kan kutulis saja dalam nadiku
keagunganmu...
keindahanmu...
bagaimana mau kutulis kesempurnaan?

saat ini aku kehabisan kata...
kan kulukis saja dalam tulangku
terangmu...
gelapmu...
bagaimana akan kulukis kesempurnaan?

saat ini aku kehabisan kata...
kan kujaga saja dalam benakku
sapamu...
bisikmu...
dalam sujud panjangku.....


Rabu, 08 Februari 2012

Component Display Theory (CDT)

-->
Component Display Theory (CDT)
A. Pendahuluan
Component Display Theory (CDT), dikemukakan oleh Merill (1994) pada awal tahun 1970an, merupakan suatu teori desain instruksional yang menggabungkan beberapa pengetahuan mengenai instruksional dari beberapa perspektif : behavioral dan cognitive. Pengaruh dari teori behavioral terlihat pada asumsi yang digunakan dalam CDT. Dipengaruhi oleh teori Gagne, CDT menggunakan asumsi dimana tiap jenis pembelajaran memerlukan kondisi yang berbeda. Jejak-jejak pengaruh dari teori Gagne nampak pada taksonomi yang digunakan dalam menentukan tujuan pembelajaran.
Taksonomi ini menentukan tujuan pembelajaran melalui 2 dimensi yakni kemampuan (performance) dan isi (content). Pengaruh teori cognitive nampak dalam suatu metode dalam menampilkan presentasi yang disebut Primary Presentation Form. Dengan PPF materi selalu disajikan dalam bentuk umum (expository general) dan bentuk khusus (expository instance/example) serta diiringi pertanyaan (inquiry) baik pertanyaan untuk hal-hal umum(general ) maupun hal-hal khusus (example).
CDT, sekalipun memiliki beberapa kelemahan, tentu saja memiliki kelebihan yang tak terdapat pada teori-teori instruksional lainnya. Dibandingkan dengan
teori lain seperti teori Gagne atau teori Elaborasi yang melingkupi baik aspek makro dan mikro, CDT jelas memiliki kekurangan karena hanya membahas aspek mikro. Bila teori Gagne merambah ranah kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, perilaku, dan kemampuan motorik, CDT hanya merambah kemampuan intelektual. Dibandingkan dengan teori Keller (1983) yang menyertakan aspek motivasi, CDT tidak menyertakan aspek tersebut, yang menurut banyak ahli instruksional, sangat penting dalam pembelajaran. Tetapi CDT memiliki kelebihan dibandingkan teori-teori lain yakni preskripsinya (aspek mikro) sangat lengkap.
Reigeluth(1983) menyatakan bahwa kelebihan CDT adalah preskripsinya yang lebih detil bila dibandingkan dengan teori lain, semisal teori Gagne yang tidak memberikan langkah yang detil bagi aplikasinya. Kelebihan lainnya CDT lebih tangguh (reliable) untuk produksi instruksional yang efektif.
B. Komponen-komponen CDT
Merill (1996) mengemukakan bahwa teori desain instruksional adalah serangkain preskripsi (formula) untuk menentukan strategi instruksional yang tepat agar siswa dapat meraih tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Instructional design theory is a set of prescriptions for determining appropriate instructional strategies to enable learners to acquire instructional goals.
Menurut Merill (1994) teori desain instruksional memiliki 3 komponen:
pertama, teori deskriptif tentang pengetahuan yang akan diajarkan dan skill (performans) yang akan diperoleh oleh siswa. Kedua, teori deskriptif tentang strategi instruksional yang akan mengarahkan siswa meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dan ketiga teori preskriptif yang menghubungkan pengetahuan yang akan diajarkan (komponen pertama) dan strategi instruksional yang akan diberikan (komponen kedua).
Dalam CDT komponen pertama dari ketiga komponen di atas adalah suatu taksonomi yang menghubungkan kemampuan (performance) dan isi (content). Taksonomi CDT adalah suatu taksonomi yang berguna dalam menentukan tujuan pembelajaran melalui 2 dimensi : kemampuan dan isi. Dimensi kemampuan menunjukkan secara langsung performa apa yang akan diraih melalui penetapan tujuan pembelajaran. Dimensi ini secara langsung akan berhubungan dengan kata kerja yang ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Dimensi kemampuan terdiri atas : mengingat (remember), mengaplikasikan (use), dan menemukan (find). Sementara dimensi isi menjelaskan karakteristik dari tipe materi yang akan dipelajari oleh siswa. Dimensi isi terdiri atas : fakta (facts), konsep (concept),
prosedur (procedure), dan prinsip (principle) atau azas. Dengan menggunakan taksonomi CDT tersebut seorang perancang instruksional akan mudah dalam menentukan tujuan pembelajaran.
Komponen kedua berupa suatu teori deskriptif mengenai strategi instruksional. Teori ini menjabarkan bagaimana suatu materi ditampilkan; dalam hal ini strategi instruksional meliputi apa dan bagaimana suatu materi ditampilkan. Di dalam CDT komponen kedua ini berupa Primary Presentation Form (PPF), Secondary Presentation Form (SPF), dan Interdisplay Relationship (IDR). Berperan sebagai materi utama, PPF adalah presentasi yang mutlak harus ada dalam suatu media
pembelajaran. SPF, sebagai informasi tambahan, mendukung materi yang diberikan pada PPF sehingga membantu siswa dalam menguasai materi. IDR adalah suatu strategi untuk mengatur hubungan antara tampilan (display) yang satu dengan tampilan lainnya.
Komponen ketiga adalah suatu preskripsi (formula) yang menghubungkan komponen pertama dan kedua. Di sini suatu preskripsi harus ditentukan untuk memilih strategi instruksional (komponen kedua) yang sesuai bagi suatu performance dan content yang telah dipilih (komponen pertama).
Dengan kata lain preskripsi harus dapat menentukan strategi instruksional mana yang dipilih bagi suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Preskripsi ini tak lain adalah bagaimana memilih dan mengurutkan komponen-komponen PPF, SPF dan IDR yang sesuai untuk suatu tujuan pembelajaran tertentu. Komponen ketiga ini merupakan suatu langkah yang paling aplikatif dibandingkan 2 komponen lainnya dalam merancang suatu desain instruksional dengan menggunakan CDT. Komponen ketiga inilah yang merupakan suatu pegangan bagi seorang pendesain instruksional dalam melaksanakan tugasnya.
C. Matriks Performance-Content
Matriks Performance-Content merupakan suatu taksonomi yang berguna untuk menentukan jenis kemampuan dan isi yang sesuai. Hasil dari penentuan kemampuan dan isi yang sesuai ini adalah suatu tujuan pembelajaran yang tepat. Tujuan pembelajaran yang tepat akan memberikan panduan (guidance) bagi strategi instruksional yang akan diberikan. Matriks Performance-Content (selanjutnya disebut matris P-C) bahkan merupakan jantung dari CDT, karena dari sinilah titik tolak dari seluruh strategi instruksional yang akan dirancang.
Kemampuan terdiri atas : mengingat, mengaplikasikan dan menemukan.
Sementara isi terdiri atas fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Kata-kata yang disebutkan di atas rasanya sudah cukup self-explanatory.
Bila kita bandingkan taksonomi CDT dengan taksonomi Bloom (1956) tampak yang pertama lebih lengkap bila dibandingkan dengan yang kedua. Bloom menetapkan tujuan pembelajaran dengan hanya melihat dari dimensi kemampuan melalui ranah-ranah knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Sementara taksonomi CDT, selain mengukur kemampuan juga memperhitungkan karakteristik dari isi. Kelebihan lain dari taksonomi CDT adalah taksonomi ini terintegrasi langsung dengan suatu teori instruksional sementara taksonomi Bloom berdiri sendiri tanpa terikat dengan suatu teori instruksional tertentu.
Mengingat adalah kemampuan yang menghendaki siswa untuk mengenali atau menyebutkan informasi yang telah diterima. Mengaplikasikan adalah kemampuan yang menghendaki siswa untuk mengaplikasikan suatu abstraksi pada keadaan tertentu. Tingkat kemampuan tertinggi, yaitu menemukan, menghendaki siswa untuk menemukan atau menciptakan suatu abstraksi baru.
Fakta adalah potongan-potongan informasi seperti nama, tanggal, peristiwa atau simbol dari suatu obyek atau peristiwa. Contoh-contoh fakta misalnya : simbol dari transistor dalam suatu rangkaian listrik, nama-nama binatang, nama-nama tanaman, hari-hari penting nasional, nama-nama kota di Indonesia, dan masih banyak lagi.
Bila kita bandingkan dengan teori Gagne maka fakta di dalam CDT sesungguhnya merupakan konsep konkrit di dalam teori Gagne. Jika di dalam teori Gagne tujuan pembelajaran yang sesuai dengan konsep konkrit adalah “mengidentifikasi” maka di dalam teori CDT tujuan pembelajaran adalah “mengingat”. Sekalipun dalam arti luas kedua kata kerja ini berbeda makna namun keduanya, dalam konteks teori desain instruksional, memiliki persamaan yakni : mengenali suatu hal berdasarkan penampakan fisiknya.
Konsep adalah kumpulan obyek, peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik yang sama. Konsep sering juga disebut kelas (class). Obyek-obyek
yang memiliki karakteristik yang sama berarti tergolong dalam satu kelas atau kategori yang sama, dengan demikian memiliki konsep yang sama. Contoh-contoh konsep misalnya : keluarga, ayam, unggas, mamalia laut, lensa cembung, panas, cahaya, protein, hormon, dan sebagainya. Konsep selalu memiliki suatu definisi, misal konsep“mamalia laut” memiliki definisi : hewan menyusui yang hidup di laut. Definisi menunjukkan secara langsung karakteristik yang dimiliki oleh obyek yang tergolong dalam konsep atau kelas yang sama. Mamalia laut
memiliki 2 karakteristik yakni : menyusui dan hidup di laut. Berarti hewan-hewan menyusui yang hidup di laut seperti paus dan lumba-lumba termasuk dalam konsep atau kelas “mamalia laut” .Sementara ikan hiu atau ikan tuna, walaupun hidup di laut, tetapi karena tidak menyusui, tidak dapat digolongkan sebagai mamalia laut. Ikan hiu dan ikan tuna memiliki konsep yang berbeda dengan paus atau lumba-lumba.
Konsep untuk ikan hiu dan ikan tuna misalnya adalah konsep“ikan laut” entu saja ikan hiu, ikan tuna, lumba-lumba dan paus bisa saja digolongkan dalam suatu konsep atau kelas yang sama asalkan konsep tersebut memiliki definisi yang dapat memasukkan baik ikan hiu, ikan tuna, lumba-lumba dan paus dalam kelas yang sama.
Kita lihat sekarang konsep “binatang yang hidup di laut” menaungi konsep “mamalia laut” dan “ikan laut. Dengan kata lain konsep “binatang yang hidup di laut” adalah konsep induk (superordinate) dari konsep “mamalia laut” dan “ikan laut”. Perbedaan antara konsep di dalam CDT dan teori Gagne adalah : pertama CDT hanya mengenal konsep sebagai konsep terdefinisi seperti halnya di dalam teori Gagne, sementara konsep konkrit tidak dimasukkan di dalam konten bertipe “konsep” tetapi di dalam “fakta”. Kedua di dalam teori Gagne hanya dikenal satu kata kerja yang berkaitan dengan konsep terdefinisi yakni “mengklasifikasikan” sementara di dalam CDT kata kerja yang berkaitan ada tiga tergantung dari tipe kemampuan yang dipilih. Bila kemampuan adalah “mengingat” maka kata kerja yang cocok bagi konsep adalah “menyebutkan definisi dari konsep”, bila kemampuan adalah “mengaplikasikan” (use) maka kata kerja yang cocok adalah “mengklasifikasikan” , dan bila kemampuan adalah “menemukan” (find) maka kata kerja yang cocok adalah “ membuat (menemukan) definisi suatu konsep”. Perbedaan kedua ini memang sangat jelas mengingat di dalam CDT ada pemisahan antara isi dan kemampuan sementara didalam teori Gagne tipe dari isi sudah menunjukkan kata kerja apa yang akan digunakan, misal dalam hal konsep terdefinisi kata kerja yang digunakan adalah “mengklasifikasikan”.
Prosedur adalah serangkaian langkah atau tindakan dalam menyelesaikan suatu masalah atau tugas, atau memproduksi sesuatu. Prosedur selalu berisi urut-urutan langkah dalam melakukan suatu kegiatan atau aksi tertentu. Contoh prosedur misalnya : prosedur merakit komputer, prosedur mengganti piston dalam silinder, prosedur mengamankan reaktor nuklir ketika terjadi kebocoran radiasi, prosedur mengangkat seorang pegawai negeri sipil, prosedur menjahit busana pengantin, dan sebagainya.
Prinsip adalah penjelasan atau prediksi mengapa sesuatu terjadi. Prinsip menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa. Contoh-contoh prinsip : hukum-hukum Newton, hukum-hukum Termodinamika, hukum Ohm, prinsip menemukan titik api lensa, prinsip menemukan letak bayangan dengan lensa, cara kerja peralatan hidraulik, cara kerja tanaman mengubah sinar matahari menjadi energi, cara inti atom membelah, dan sebagainya. Seringkali prinsip menjelaskan hubungan antara 2 atau lebih konsep yang ada. Sebagai contoh bunyi prinsip atau hukum Ohm adalah:besarnya nilai hambatan antara 2 titik yang dilalui arus listrik adalah tegangan antara 2 titik tersebut dibagi dengan kuat arus antara 2 titik
tersebut. Di dalam hukum Ohm kita menemukan 3 buah konsep yakni : hambatan, tegangan dan kuat arus. Masing-masing konsep tentu saja memiliki definisi sendiri-sendiri, tetapi dalam hukum Ohm ini ketiga konsep yang berbeda tersebut memiliki hubungan yang dinyatakan dengan suatu prinsip yang menjelaskan hukum Ohm. Prinsip di dalam CDT memiliki padanan “rule” di dalam teori Gagne.
Perbedaan yang mencolok tentu saja adalah kata kerja yang menyertainya. Bila di dalam teori Gagne kata kerja yang berkaitan dengan “rule” adalah “mengaplikasikan” atau kata-kata kerja lain yang semakna, maka di dalam CDT kata kerja yang berkaitan dengan “prinsip” tergantung dari kemampuan yang diharapkan. Bila kemampuan hanya sekedar “mengingat” maka kata kerja yang berkaitan adalah mengingat atau menyebutkan suatu prinsip. Bila kemampuan adalah “mengaplikasikan” maka kata kerja yang berkaitan adalah “mengaplikasikan”, “memprediksi” atau kata-kata kerja lain yang semakna. Bila kemampuan adalah “menemukan” maka kata kerja yang sesuai adalah “menemukan” atau kata-kata kerja lain yang semakna.
Kedua, masalah kemampuan menemukan. Menemukan merupakan level tertinggi di dalam kemampuan. Menggunakan kemampuan menemukan adalah hal yang tersulit dibandingkan kemampuan-kemampuan yang lain. Dalam contoh di atas, menggunakan menemukan-konsep berarti kita harus mengatur instruksi kita sedemikian rupa sehingga siswa akhirnya dapat menemukan dengan kalimatnya sendiri definisi dari segitiga. Dengan menemukan-prosedur, siswa dipacu untuk menemukan sendiri langkah-langkah dalam merakit suatu komputer. Demikian pula halnya dengan menemukan-prinsip, siswa harus dibimbing agar mampu
merumuskan sendiri hukum Ohm. Dalam kaitannya dengan media pembelajaran di mana siswa diharapkan belajar secara mandiri tanpa bantuan siapapun kecuali arahan dari media itu sendiri, maka kemampuan tingkat ini memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam perancangan desain instruksional.
Dengan menentukan suatu tipe pembelajaran berada pada posisi mana dalam matriks tersebut kita dapat menentukan tujuan pembelajarannya dengan mudah. Sebagai contoh bila kita ingin memberikan pembelajaran mengenai nama-nama hewan maka dalam matriks di atas hubungan yang cocok antara kemampuan -isi adalah mengingat fakta. Contoh lain bila kita ingin memberikan pelajaran mengenai lensa cembung maka kita dapat memilih mengaplikasikan-konsep dan mengaplikasikan-prinsip.
Mengaplikasikan-konsep digunakan dalam pembahasan mengenai konsep suatu lensa yang memaparkan ciri-ciri suatu lensa cembung.
Mengaplikasikan-prinsip digunakan untuk pembahasan mengenai bagaimana suatu lensa membelokkan sinar atau bagaimana pengaruh jarak fokus suatu lensa cembung dalam pembentukan suatu bayangan.

Entri Populer